Biografi Ibnu Rajab Al-Hambali
Dalam lintasan sejarah Islam, Ibnu Rajab Al-Hambali dikenal sebagai ulama besar yang mengabdikan hidupnya untuk ibadah, ilmu, dan dakwah. Keilmuan beliau yang mendalam, disertai akhlak mulia dan keteguhan dalam mengikuti Al-Qur’an serta Sunnah, menjadikannya panutan bagi generasi setelahnya.
Artikel ini akan mengupas biografi singkat Ibnu Rajab Al-Hambali, mulai dari nasab, perjalanan menuntut ilmu, akidah, kepribadian, hingga karya-karyanya. Semoga pembahasan ini menjadi pelajaran dan inspirasi bagi kita semua dalam meneladani perjalanan hidup beliau yang penuh hikmah.
Nasab dan kelahiran
Nama lengkap beliau adalah Abdul-Rahman bin Ahmad bin Rajab Al-Baghdadi, yang kemudian dikenal sebagai Ibnu Rajab Al-Hambali. Beliau dijuluki Zainuddin dan termasuk dalam jajaran ulama besar dari kalangan Hanabilah. Ibnu Rajab dilahirkan di Baghdad pada tahun 736 Hijriah. [1]
Perjalanan menuntut ilmu
Beliau berasal dari keluarga yang penuh dengan ilmu dan ulama. Ayah beliau (Ahmad bin Rajab) dan kakek beliau (Rajab bin Al-Hasan) merupakan ulama besar dan termasuk ahli hadis.
Ibnu Rajab Al-Hanbali datang bersama ayahnya dari Baghdad ke Damaskus saat masih kecil, pada tahun 744 Hijriah. Beliau memulai pembelajaran dasar membaca di kuttab sebagaimana anak-anak pada zamannya.
Beliau kemudian serius mendalami ilmu dan mengerahkan segala upaya untuk memperolehnya, bahkan melakukan perjalanan berulang kali demi menuntut ilmu. Beliau mempelajari fikih, hadis, dan ilmu lainnya, menguasai pokok-pokoknya, serta mempelajarinya dari para ulama terkemuka di zamannya.
Beliau belajar dari banyak ulama hingga unggul dalam berbagai cabang ilmu, seperti tafsir, hadis, ushuluddin, ilmu tasawuf, fikih, dan lain sebagainya. [2]
Ibnu Qadhi Syuhbah rahimahullah mengutip dari salah satu gurunya yang berkata,
كان قرأ وأتقنَ الفَنَّ، ثم أكبّ على الاشتغال بمعرفة فنون الحديث وعلله ومعانيه
“Beliau (Ibnu Rajab Al-Hambali) telah membaca dan menguasai ilmu dengan sangat baik, kemudian berfokus sepenuhnya untuk mendalami berbagai disiplin ilmu hadis, termasuk memahami sanad, illat (cacat hadis), dan maknanya.” [3]
Ibnul Mibrad rahimahullah mengatakan,
وكان لا يعرفُ شيئًا من أمورِ الدُّنيا، فارغاً عن الرئاسة، ليس له شغلٌ إلاّ الاشتغالِ بالعلم
“Beliau tidak mengetahui sedikit pun tentang urusan dunia, tidak mencari jabatan, dan tidak memiliki pekerjaan lain selain menyibukkan diri dengan ilmu.” [4]
Guru-gurunya
Kesungguhan Ibnu Rajab rahimahullah dalam menuntut ilmu sejak usia dini serta perjalanannya yang berulang kali ke berbagai negeri memberinya kesempatan untuk bertemu dengan banyak ulama dan mengambil ilmu dari mereka. Hal ini berdampak pada banyaknya jumlah guru dan pembimbingnya. Di antara guru-guru beliau yang masyhur adalah:
Petama: Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin Abi Bakr bin Ayyub bin Sa’ad bin Hariz Az-Zura’i, kemudian Ad-Dimasyqi Al-Hanbali, yang lebih dikenal dengan nama Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Beliau wafat pada tahun 751 H.
Kedua: Abu Sa’id Shalahuddin Khalil bin Kaikaladi bin Abdullah Al-‘Ala’i Asy-Syafi’i, yang wafat pada tahun 761 H. Ibnu Rajab mendengar ilmu darinya di Al-Quds.
Ketiga: Najmuddin Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim bin Salim bin Barakat bin Sa’ad Ad-Dimasyqi Al-‘Abbadi, yang dikenal dengan nama Ibnu Al-Khabbaz. Beliau wafat pada tahun 756 H. [5]
Selain itu, disebutkan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah,
وسمع بمصر من الميدومي، وبالقاهرة من ابن الملوك، وبدمشق من ابن الخباز، وجمع جمّ، ورافق شيخنا زين الدين العراقي في السماع كثيراً،
“Beliau mendengar hadis di Mesir dari Al-Maydumi, di Kairo dari Ibnu Al-Muluk, dan di Damaskus dari Ibnu Al-Khabbaz. Beliau mengumpulkan ilmu dalam jumlah yang besar dan sering mendampingi guru kita, Zainuddin Al-Iraqi, dalam banyak sesi mendengar hadis.” [6]
Akhlak dan ibadahnya
Beliau dikenal tidak bergaul dengan banyak orang. Disebutkan bahwa beliau menjauhkan diri dari keramaian, tidak berbaur, dan tidak sering berkunjung kepada siapa pun dari kalangan penguasa. Beliau menetap di Madrasah As-Sukariyah di kawasan Al-Qassain, mengemban tugas mengajar di lembaga pendidikan Hanbali.
Kehidupan beliau sangat sederhana. Meskipun hidup dalam kekurangan, beliau tetap menjaga kehormatan dirinya dengan sikap qana’ah (puas dengan apa yang dimiliki).
Ibnu Mibrad rahimahullah mengatakan,
أحدُ الأئمةِ الزُّهاد، والعلماءِ العُبَّاد
“Beliau termasuk salah satu imam yang zuhud dan ulama yang sangat banyak beribadah.” [7]
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan,
وكان صاحب عبادة وتهجد
“Ibnu Rajab adalah seorang ahli ibadah dan gemar bertahajud.” [8]
Akidah dan mazhabnya
Ibnu Rajab rahimahullah merupakan seorang ulama berakidah salaf, mengikuti metode Ahli Hadis. Syekh Abdullah bin Sulaiman Al-Ghufaili mengatakan,
فهو سلفي العقيدة على طريقة أهل الحديث يقول بما قال به الصحابة رضي الله عنهم والتابعون والأئمة المشهورون من أئمة السلف الصالح
“Beliau berakidah salafy, mengikuti metode Ahli Hadis. Berpegang pada keyakinan yang dianut oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum, para tabi’in, serta para imam salaf yang masyhur.”
Tidak hanya berpegang pada akidah salaf, beliau juga menjadi salah satu pendakwah yang menyeru kepada akidah ini. [9]
Terkait mazhab fikih, Ibnu Rajab mengikuti mazhab Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah. Hal ini karena lingkungan tempat tinggalnya dan para ulama yang menjadi gurunya adalah dari kalangan Hanabilah. Namun, meskipun mendalami mazhab Hanbali, beliau tidak bersikap fanatik buta terhadapnya.
Ibnu Rajab mengedepankan Al-Qur’an dan Sunnah di atas segala pendapat, bahkan jika pendapat itu berasal dari imam mazhab sekalipun. Beliau menjelaskan dalam beberapa karyanya bahwa Al-Qur’an dan Sunnah adalah sumber utama dalam hukum syariat dan menjadi acuan yang tidak bisa digantikan oleh pendapat siapa pun jika terbukti bertentangan dengan keduanya. Dengan kedalaman ilmu dan kematangannya, beliau senantiasa menyeru untuk berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Sunnah sebagai landasan agama dan penentu hukum syar’i. [10]
Karya-karya yang terkenal
Ibnu Rajab rahimahullah meninggalkan sejumlah karya monumental yang menunjukkan kedalaman ilmu dan kemampuannya. Di antara karya-karya beliau yang terkenal adalah:
Pertama: Fathul Bari fi Syarh Al-Bukhari. Penjelasan atas Shahih Al-Bukhari, yang mencakup bagian awal kitab hingga Kitab Jenazah. Karya ini dianggap sebagai salah satu keajaiban di zamannya.
Kedua: Jami’ul ‘Ulumi wal Hikam. Penjelasan atas 50 hadis yang dihimpun oleh Imam An-Nawawi (42 hadis), kemudian ditambah menjadi 50 hadis. Kitab ini merupakan kitab yang sangat besar manfaatnya, layak untuk menjadi perhatian bagi para peneliti dan penuntut ilmu.
Ketiga: Latha’if Al-Ma’arif. Buku yang membahas berbagai amalan harian dan bulanan sesuai sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Keempat: Thabaqat Al-Hanabilah. Tambahan atas karya serupa yang sebelumnya disusun oleh Abu Ya’la.
Kelima: Al-Qawa’id Al-Fiqhiyyah. Kitab besar tentang kaidah-kaidah fikih yang bermanfaat dan dianggap sebagai salah satu karya paling menonjol di bidangnya. Beberapa orang bahkan menduga isinya adalah kumpulan dari kaidah-kaidah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, namun hal ini tidak benar, karena karya tersebut sepenuhnya merupakan hasil orisinal Ibnu Rajab. [11]
Pujian para ulama terhadapnya
Ibnu Rajab mendapat pujian dari banyak ulama besar karena ilmunya yang luas, hafalannya yang kuat, dan sikap zuhudnya terhadap dunia. Beliau dipandang sebagai sosok alim yang fokus penuh pada ilmu dan jauh dari kehidupan duniawi. [12]
Di antara pujian para ulama terhadap beliau:
Pertama: Ibnu Haji berkata,
أتقن الفن وصار أعرف أهل عصره بالعلل، وتتبع الطرق
“Beliau sangat menguasai bidangnya, menjadi ulama paling ahli pada masanya dalam ilmu ‘ilal (cacat hadis) dan penelusuran sanad.” [13]
Kedua: Syamsuddin bin Nashiruddin berkata, “Beliau adalah seorang imam, ulama besar, zuhud, panutan, berkah, hafiz, tiang keilmuan, kepercayaan, dan hujah. Beliau adalah pemberi manfaat bagi umat Islam, penyampai faedah bagi para ahli hadis, salah satu imam yang zuhud, dan ulama yang sangat taat.”
Ketiga: Ibnu Qadhi Syuhbah berkata, “Beliau adalah seorang imam, ulama besar, hafiz, zuhud, wara‘, pemimpin kaum Hanabilah, dan ahli hadis terbaik pada masanya.”
Keempat: Qadhi Alauddin bin Al-Lahham menyebut beliau sebagai,
الِإمامُ العالمُ العلامةُ الأوحدُ الحافظ شيخُ الِإسلام، مجلّى المشكلات، ومُوضح المبهمات
“Imam yang alim, ulama yang terkemuka, hafiz, dan satu-satunya pada masanya. Beliau adalah Syekh Islam, pemecah persoalan-persoalan sulit, dan penjelas perkara-perkara yang samar.” [14]
Murid-muridnya
Ibnu Rajab menjadi guru bagi mayoritas ulama Hanbali di Damaskus. Posisi beliau di Syam sangat tinggi, menjadikannya salah satu ulama terkemuka di wilayah tersebut. Reputasi beliau tersebar luas, sehingga banyak pelajar dari berbagai tempat datang untuk belajar darinya, mendengar pelajaran-pelajarannya, dan menghadiri majelis-majelis ilmunya.
Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah:
Pertama: Alauddin Ali bin Muhammad bin Abbas Al-Ba’li, kemudian Ad-Dimasyqi Al-Hanbali, yang dikenal sebagai Ibnu Al-Lahham, wafat pada tahun 803 H.
Kedua: Sirajuddin Abu Hafsh Umar bin Abi Al-Hasan Ali bin Ahmad bin Muhammad bin Abdullah Al-Anshari, yang dikenal sebagai Ibnu Al-Mulaqqin, wafat pada tahun 804 H.
Ketiga: Abu Al-Abbas Ahmad bin Abi Bakr bin Ahmad bin Ali Al-Hamawi Al-Halabi Al-Hanbali, yang dikenal sebagai Ibnu Ar-Rassam, wafat pada tahun 844 H. [15]
Wafatnya
Ibnu Rajab wafat pada bulan Ramadan tahun 795 Hijriah di Damaskus. [16]
Disebutkan oleh Syamsuddin bin Nashiruddin bahwa beberapa hari sebelum wafat, Ibnu Rajab meminta untuk dibuatkan liang lahad di tempat yang telah ditunjukkannya. Setelah liang tersebut selesai, beliau turun ke dalamnya, berbaring, lalu berkata, “Ini bagus.” Beberapa hari kemudian, beliau wafat, dan jenazahnya dimakamkan di tempat itu. [17]
***
Rumdin PPIA Sragen, 14 Jumadilwal 1446 H
Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab
Artikel asli: https://muslim.or.id/100933-biografi-ibnu-rajab-al-hambali.html